Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tengah membahas revisi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 mengenai Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Salah satu isu krusial yang menjadi fokus perhatian adalah pemisahan kekayaan perusahaan pelat merah dari keuangan negara dalam undang-undang tersebut.
Keputusan untuk mengimplementasikan UU 1/2025 yang telah disahkan pada bulan Februari 2025 ini justru menimbulkan kebingungan di kalangan aparat penegak hukum, terutama dalam mengatasi berbagai tindakan penyelewengan yang mungkin terjadi di BUMN. Dalam konteks ini, kepastian hukum menjadi tantangan yang perlu dihadapi.
Wakil Ketua Komisi VI DPR yang sekaligus menjabat sebagai Ketua Panja RUU BUMN, Andre Rosiade, menjelaskan bahwa semangat para anggota dewan saat mengesahkan undang-undang ini adalah memberikan ruang bagi profesionalisme dalam pengelolaan BUMN. Tujuannya adalah agar pejabat BUMN dapat menjalankan operasional secara optimal tanpa hambatan yang tidak perlu.
“Saya ingin menegaskan kembali, kami di Komisi VI tidak ingin melindungi BUMN. Jika ada tindak kejahatan, kami akan bertindak tegas,” ujarnya dalam Rapat Pendapat Umum dengan sejumlah pakar hukum terkait revisi UU BUMN. Pernyataannya menunjukkan komitmen untuk menjaga transparansi dan akuntabilitas.
Andre menambahkan bahwa penjelasan mengenai pemisahan kekayaan BUMN dari keuangan negara dalam UU 1/2025 diharapkan mendorong pelaksanaan business judgement rule. Hal ini bukan berarti memberikan kebebasan bagi direksi BUMN untuk melakukan tindakan melanggar hukum tanpa konsekuensi.
Mengupas Ketentuan dan Implikasi dalam Revisi UU BUMN
Adanya pasal yang menekankan pemisahan kekayaan BUMN dari keuangan negara bertujuan untuk menciptakan ruang bagi pengambilan keputusan yang lebih baik dalam bidang bisnis. Namun, tindakan ini juga menuntut kejelasan hukum agar tidak menjadi celah bagi penyelewengan.
Pakar hukum dari Universitas Lampung, Rudy Lukman, berpendapat bahwa perlu ada kejelasan lebih lanjut mengenai makna dari Ayat 5 Pasal 4A dan Pasal 4B pada UU 1/2025. Ia yakin, detail yang lebih mendalam akan memudahkan proses penegakan hukum di tubuh BUMN.
Rudy menawarkan saran agar Pasal 4B UU 1/2025 diidentifikasi lebih lanjut mengenai kerugian yang tidak dapat dikenakan sanksi pidana dan kerugian yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Dengan ini, diharapkan akan semakin jelas batasan yang ada.
Melihat isi Ayat 5 Pasal 4A, disebutkan bahwa modal yang dimiliki negara pada BUMN diakui sebagai kekayaan yang menjadi tanggung jawab BUMN. Hal ini berfungsi untuk memastikan adanya pengelolaan yang tepat terkait aset-aset tersebut.
Di sisi lain, Pasal 4B juga mengatur tentang keuntungan dan kerugian yang dialami oleh BUMN, mengakui bahwa semua itu merupakan tanggung jawab utama BUMN. Ketentuan ini menjadi penting dalam evaluasi kinerja perusahaan pelat merah.
Tantangan Penegakan Hukum dan Penyelesaian Sengketa BUMN
Perdebatan mengenai revisi UU BUMN juga mencakup isu-isu seputar tantangan dalam penegakan hukum yang dihadapi oleh aparat yang bertugas. Tindakan penegakan hukum yang tidak jelas rentang maupun ruang lingkupnya dapat menyebabkan keraguan dalam menindak bobrok yang terjadi.
Dalam hal ini, penting untuk menciptakan kerangka hukum yang tidak hanya mengatur pemisahan kekayaan BUMN dari negara, tetapi juga memberi petunjuk jelas mengenai sanksi yang harus diberikan ketika terjadi penyalahgunaan wewenang. Ketidakjelasan akan membuka peluang bagi perbuatan melawan hukum.
Dengan mencermati berbagai sentuhan regulasi yang ada, diharapkan revisi undang-undang ini dapat berfungsi dalam jangka panjang. Maka, penting bagi semua pihak untuk menyuarakan dan mengusulkan ide-ide demi tercapainya tujuan bersama dalam pengelolaan BUMN.
If we can determine guidelines for preventing legal ambiguities, then the BUMN sector can be steered towards a more accountable and transparent direction.
Selanjutnya, dukungan dari semua pihak akan sangat berarti dalam mewujudkan pengawasan yang ketat serta ekosistem yang kondusif bagi kemajuan BUMN. Inovasi dalam hukum dan regulasi sangat dibutuhkan untuk menjamin keberhasilan jangka panjang.
Peranan DPR dalam Mewujudkan Revisi UU BUMN yang Berkelanjutan
Pembahasan revisi UU BUMN ini menunjukkan komitmen DPR untuk memperbaiki tata kelola atas BUMN. Revisi ini bukan hanya sekadar tugas administratif, tetapi juga membuktikan komitmen untuk keadilan dan transparansi dalam pengelolaan aset negara.
Dalam diskursus publik, penjelasan dari para wakil rakyat menjadi sangat penting. Penjelasan yang terbuka akan membantu masyarakat memahami perubahan dan dapat mempengaruhi kepercayaan publik terhadap BUMN. Hal ini dapat memperkuat legitimasi dan legitimasi dalam pengelolaan sumber daya yang dimiliki oleh negara.
Kemungkinan terjadinya penyelewengan atau penyalahgunaan kekuasaan selalu ada, maka kolaborasi antara DPR, institusi hukum, dan masyarakat sipil menjadi sangat krusial. Melalui sinergi ini, diharapkan pengawasan BUMN dapat lebih optimal.
Direktif dari DPR dalam hal ini sangat dibutuhkan untuk mengedukasi publik mengenai pentingnya BUMN sebagai katalis pembangunan. Dengan pemahaman yang baik, masyarakat dapat lebih mendukung inisiatif dan program-program yang dicanangkan oleh BUMN.
Revisi UU BUMN ini menjadi momentum untuk memperkuat pengawasan, serta menciptakan ruang bagi inovasi dan pertumbuhan yang berkelanjutan pada BUMN. Negara yang kuat membutuhkan BUMN yang sehat dan transparan untuk menghadapi berbagai tantangan di masa depan.