RI Perlu Strategi Baru – Teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) kini menjadi sebuah keniscayaan dalam era digital. Meski begitu, banyak organisasi masih menghadapi tantangan besar dalam mengadopsi AI secara efektif. Padahal, jika diterapkan dengan tepat, AI memiliki potensi besar untuk mendorong pertumbuhan bisnis dan memberikan return of investment (ROI) yang signifikan dalam jangka panjang.
Hasil Survei Searce: Pentingnya Pendekatan yang Tepat
Menurut survei yang dilakukan oleh Searce, sebuah perusahaan konsultan teknologi, organisasi perlu mengadopsi pendekatan yang berpusat pada hasil untuk memastikan keberhasilan penerapan AI.
“Untuk benar-benar mendapatkan peningkatan ROI yang pasti, organisasi sebaiknya melakukan pendekatan yang berpusat pada hasil yang didukung oleh tata kelola yang tepat, kerangka kerja yang terukur, dan proses manajemen yang berkesinambungan,” ujar Benedikta Satya, Country Director Searce Indonesia, dalam sebuah acara di Jakarta, Selasa (19/11/2024).
Strategi Penting untuk Keberhasilan Adopsi AI
Benedikta menekankan bahwa organisasi perlu merancang penerapan AI sejak awal dengan mempertimbangkan:
- Tata Kelola yang Tepat:
Membangun kerangka kerja untuk memastikan AI digunakan secara etis dan efektif. - Kerangka Kerja yang Terukur:
Menetapkan tujuan yang jelas dan langkah-langkah evaluasi untuk mengukur dampak implementasi AI. - Proses Manajemen yang Berkesinambungan:
Menerapkan AI bukan sebagai solusi sekali pakai, tetapi sebagai alat strategis yang terus berkembang untuk mendukung tujuan bisnis.
Dengan pendekatan ini, organisasi dapat mengintegrasikan AI secara bertanggung jawab untuk mencapai manfaat akhir yang signifikan serta membangun fondasi teknologi yang kuat untuk masa depan.
Keberhasilan Inisiatif AI Masih Perlu Ditingkatkan
Meskipun adopsi kecerdasan buatan (AI) terus berkembang, tingkat keberhasilan inisiatif AI di berbagai organisasi masih jauh dari optimal. Berdasarkan survei yang dilakukan, hanya 51% responden yang menyatakan bahwa inisiatif AI mereka “sangat berhasil”, sementara 42% lainnya menyebut inisiatif tersebut “agak berhasil”.
Angka ini menunjukkan bahwa masih ada banyak tantangan yang harus diatasi agar implementasi AI benar-benar memberikan dampak signifikan bagi bisnis.
AI Belum Jadi Prioritas Utama di Semua Organisasi
Selain tingkat keberhasilan yang masih rendah, survei juga mengungkap bahwa hanya 61% responden yang “sangat setuju” bahwa organisasi mereka memandang AI sebagai prioritas utama. Hal ini menyoroti adanya kesenjangan antara potensi AI yang besar dengan tingkat komitmen organisasi dalam mengintegrasikan teknologi ini ke dalam strategi bisnis mereka.
Apa Artinya?
Rendahnya tingkat keberhasilan inisiatif AI menunjukkan perlunya pendekatan yang lebih terstruktur, termasuk:
- Meningkatkan pemahaman internal: Memastikan semua level organisasi memahami pentingnya AI untuk pertumbuhan bisnis.
- Mengalokasikan sumber daya: Memprioritaskan investasi dalam infrastruktur AI, pelatihan, dan pengembangan tim yang mendukung teknologi.
- Membangun tata kelola yang kuat: Memastikan implementasi AI dilakukan dengan langkah-langkah yang transparan, terukur, dan sesuai dengan tujuan bisnis.
Dengan meningkatkan fokus dan prioritas terhadap AI, organisasi dapat mengoptimalkan manfaat teknologi ini untuk mendorong pertumbuhan dan inovasi jangka panjang.
Investasi AI Meningkat, Namun Tantangan Tetap Ada
Di tengah tantangan dan keterbatasan, organisasi di seluruh dunia mulai menunjukkan komitmen lebih besar terhadap investasi kecerdasan buatan (AI). Berdasarkan survei terbaru, seperempat responden melaporkan bahwa organisasi mereka berencana meningkatkan investasi di bidang AI hingga lebih dari 50% pada tahun 2024. Namun, hanya 8% responden yang menyatakan akan meningkatkan investasi hingga 100% atau lebih.
Ketika ditanya tentang alokasi pendapatan untuk inisiatif AI, 25% responden mengatakan mereka akan membelanjakan $11-25 juta, sementara 7% lainnya menyatakan akan menginvestasikan lebih dari $25 juta untuk inisiatif AI tahun ini.
Tantangan Utama Adopsi AI: Privasi Data Hingga Teknologi Lama
Meski minat terhadap AI terus meningkat, organisasi masih menghadapi sejumlah hambatan utama, yaitu:
- Privasi data (45%)
- Penggunaan teknologi lama (40%)
- Kurangnya sumber daya yang berkualitas (40%)
Menurut Benedikta Satya, keberhasilan implementasi AI memerlukan upaya untuk mengidentifikasi dan mengatasi keterbatasan yang ada di setiap organisasi. Setiap bisnis menghadapi tantangan yang unik, sehingga penting untuk berkolaborasi dengan mitra strategis yang dapat memberikan solusi dan inovasi, seperti:
- Mengurangi kekhawatiran privasi data melalui kebijakan transparan.
- Mengatasi hambatan teknologi lama dengan solusi kreatif yang berorientasi masa depan.
GenAI: Inisiatif Utama dalam Bisnis
Teknologi Generative AI (GenAI) telah menjadi prioritas utama bagi banyak organisasi, dengan 70% responden melaporkan bahwa mereka memiliki setidaknya tiga proyek berbasis GenAI yang sedang berjalan. GenAI digunakan terutama untuk:
- Layanan pelanggan (68%)
- Penelitian internal (60%)
- Pembuatan konten (53%)
Teknologi ini membuktikan nilai tambahnya dalam mendukung berbagai fungsi bisnis, terutama untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi.
Dampak Solusi AI yang Tersedia di Pasar
Sebagian besar organisasi memilih membeli solusi AI yang sudah tersedia di pasar untuk mengurangi waktu pengembangan dan risiko.
- 63% responden mengatakan mereka membeli solusi siap pakai untuk memenuhi kebutuhan teknologi AI.
- 54% responden menggabungkan pembelian solusi pasar dengan bermitra dengan pihak ketiga untuk mendukung implementasi.
- Hanya 9% responden yang sepenuhnya mengandalkan sumber daya internal mereka untuk menjalankan solusi AI.
Pendekatan ini menunjukkan bahwa kerja sama dengan penyedia solusi eksternal menjadi kunci bagi banyak organisasi dalam memanfaatkan AI untuk memenuhi kebutuhan bisnis mereka.
Laporan State of AI 2024: Panduan untuk Adopsi Teknologi di Indonesia
Laporan State of AI 2024 memberikan wawasan penting tentang tren dan tantangan dalam implementasi kecerdasan buatan (AI) di tingkat global. Survei ini melibatkan 300 eksekutif teknologi senior dan pemimpin C-suite, termasuk Chief AI Officer, Chief Data & Analytics Officer, Chief Transformation Officer, dan Chief Digital Officer dari perusahaan di Amerika Serikat dan Inggris dengan pendapatan minimal USD 500 juta.
Pelajaran dari Negara Maju untuk Indonesia
Meskipun laporan ini berfokus pada organisasi global, Benedikta Satya, Country Director Searce Indonesia, menekankan bahwa adopsi AI di negara maju seperti Amerika Serikat dan Inggris dapat menjadi acuan penting bagi Indonesia.
“Adopsi AI di Indonesia terus menunjukkan peningkatan, sekaligus mencerminkan keyakinan yang tumbuh dalam teknologi ini untuk mendorong inovasi dan efisiensi bisnis,” ujar Bene. Namun, ia juga mencatat bahwa banyak organisasi di Indonesia masih menghadapi kesulitan dalam mengadopsi AI secara relevan untuk mencapai hasil bisnis yang optimal.
Tantangan dan Peluang untuk Indonesia
Bene menekankan bahwa untuk mencapai hasil maksimal, Indonesia harus belajar dari pendekatan strategis negara maju dalam memanfaatkan AI, seperti:
- Fokus pada relevansi bisnis: Memastikan bahwa teknologi yang diadopsi benar-benar selaras dengan tujuan dan kebutuhan bisnis.
- Inovasi berkelanjutan: Menjadikan AI sebagai bagian integral dari strategi transformasi digital.
- Efisiensi operasional: Menggunakan AI untuk mempercepat proses bisnis dan mengurangi inefisiensi.
Baca juga artikel kesehatan lainnya.