Ketahanan ekonomi Asia saat ini berada di ujung tanduk, terancam oleh dampak kebijakan tarif yang diterapkan oleh Amerika Serikat. Ketidakpastian ini menjadi semakin jelas dengan potensi kenaikan suku bunga dan penguatan dolar yang dapat menyebabkan kondisi keuangan menjadi lebih ketat.
Krishna Srinivasan, selaku Direktur Departemen Asia dan Pasifik di IMF, menyampaikan wawasan menarik mengenai tantangan ini. Ia menjelaskan bahwa jika suku bunga tetap rendah, hal ini akan memberikan ruang bagi bank sentral di Asia untuk melonggarkan kebijakan moneternya demi mendukung pertumbuhan ekonomi.
Namun, hal itu hanya berlaku jika kondisi perekonomian tetap stabil. Dalam situasi yang tidak terduga, seperti perubahan suku bunga, Asia mungkin akan menghadapi dampak serius terutama terkait dengan pembayaran utang dan pengeluaran publik.
Tantangan Kebijakan Tarif Amerika Serikat Terhadap Ekonomi Asia
Ekonomi Asia harus bersiap menghadapi berbagai tantangan akibat kebijakan tarif yang diterapkan oleh AS. Kebijakan ini tidak hanya memengaruhi arus perdagangan, tetapi juga memengaruhi iklim investasi di kawasan tersebut.
Dalam laporan terbaru, IMF memperkirakan bahwa pertumbuhan ekonomi Asia akan melambat, mencapai 4,5% pada tahun 2025. Penurunan keyakinan ini disebabkan oleh meningkatnya tarif yang dapat menghambat ekspor, yang selama ini menjadi andalan beberapa negara di Asia.
Jika tarif semakin meningkat, dampaknya akan dirasakan oleh banyak sektor, terutama yang bergantung pada ekspor, seperti teknologi dan manufaktur. Oleh karena itu, persiapan dan penyesuaian strategi menjadi sangat penting.
Perkiraan Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi di Asia
IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Asia akan mengalami penurunan menjadi 4,1% pada tahun 2026. Angka ini menunjukkan adanya penurunan yang signifikan, meskipun sebelumnya proyeksi pertumbuhan terbilang stabil.
Meski demikian, inflasi di Asia tetap terjaga pada level moderat. Hal ini menjadi sorotan positif, terutama jika dibandingkan dengan belahan dunia lainnya yang mengalami lonjakan inflasi akibat berbagai faktor eksternal.
Srinivasan menekankan bahwa kemampuan bank sentral di Asia untuk mengendalikan inflasi menunjukkan potensi kestabilan ekonomi yang lebih baik dan kepercayaan pasar terhadap independensi kebijakan moneternya.
Peluang Melonggarkan Kebijakan Moneter untuk Menghadapi Tantangan
Dalam menghadapi tantangan ini, banyak negara Asia mungkin akan mengambil langkah untuk melonggarkan kebijakan moneternya. Langkah ini diharapkan mampu menstabilkan inflasi dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang tertekan akibat tarif tinggi.
Penting bagi bank sentral untuk tidak hanya berfokus pada kebijakan jangka pendek, tetapi juga mempertimbangkan risiko jangka panjang yang dapat muncul akibat perubahan kebijakan tarif dan suku bunga.
Jika bank sentral dapat mengelola inflasi dengan baik, maka ekonomi Asia berpotensi untuk meminimalkan dampak negatif dari ketidakstabilan global dan menciptakan iklim investasi yang lebih solid.
